Selasa, 26 November 2013

perilaku hewan cicak



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Semua organism memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita.
Ini adalah antropomorfisme (Y: anthropos = manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik. Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi perilaku terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat pada suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan  atau pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan yang terus berlangsung. Dari berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat.
1.2              Rumusan Masalah
1.      Apakah sebenarnya perilaku hewan itu?
2.      Mengapa kita harus mengetahui perilaku hewan dan Bagaimana hewan itu berperilaku?
3.      Apa contoh perilaku hewan?
1.3              Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian perilaku hewan.
2.      Untuk  mengetahui  perilaku dari hewan.
3.      Untuk mengetahui contoh perilaku hewan.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ilmu perilaku hewan, ilmu perilaku satwa atau juga disebut etologi (dari bahasa Yunani: ἦθος, ethos, "karakter"; dan –λογία, -logia) adalah suatu cabang ilmu zoologi yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme serta faktor-faktor penyebabnya.
Meski sepanjang sejarah telah banyak naturalis yang mempelajari aneka aspek dari tingkah laku hewan, disiplin ilmu etologi modern umumnya dianggap lahir di sekitar tahun 1930an tatkala biolog berkebangsaan Belanda Nikolaas Tinbergen dan Konrad Lorenz, biolog dari Austria, mulai merintisnya. Atas jerih payahnya, kedua peneliti ini kemudian dianugerahi Hadiah Nobel dalam bidang kedokteran di tahun 1973.
Ilmu perilaku hewan, pada keseluruhannya merupakan kombinasi kerja-kerja laboratorium dan pengamatan di lapangan, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan disiplin ilmu-ilmu tertentu semisal neuroanatomi, ekologi, dan evolusi. Seorang ahli perilaku hewan umumnya menaruh perhatian pada proses-proses bagaimana suatu jenis perilaku (misalnya agresi) berlangsung pada jenis-jenis hewan yang berbeda. Meski ada pula yang berspesialisasi pada tingkah laku suatu jenis atau kelompok kekerabatan hewan yang tertentu. Ahli perilaku hewan juga disebut etolog.
Darwin berpendapat bahwa tidak ada sifat baru yang perlu dimiliki semasa hidup individu. Pada dasarnya, teori Darwin berjalan sebagai berikut : diantara anggota-anggota sebuah spesies, terdapat variasi yang tak tehitung jumlahnya dan diantara anggota yang bermacam-macam itu hanya kelompok tertentu yang berhasil bertahan hidup yang bisa menghasilkanketurunannya.
Dengan demikian terdapat ‘perjuangan untuk bertahan hidup’ dimana anggota-anggota tebaik sebuah spesies dapat hidup cukup panjang untuk meneruskan sifat unggul mereka kepada generasi berikutnya. Terhadap jumlah generasi yang tak terhitung jumlahnya itu, alam kemudian ‘memilih’ siapa-siapa yang bisa beradaptasi paling dengan lingkungan mereka. Menurut Darwin, Istilah ‘perjuangan untuk bertahan hidup’ (survival for the existence) adalah yang unggul yang bisa bertahan hidup (survival of the fittest).
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.






BAB III
PEMBAHASAN
3.1.  Pengertian Perilaku hewan
Secara kasar, perilaku ialah gerak-gerik binatang. Yang termasuk gerak gerik ini tidak hanya berlari, berenang, melata, merangkak atau tipe-tipe lokomosi lainnya. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Perilaku dapat juga berwujud sikap diam serta memandang dengan tekun, atau mungkin sekedar berpikir, membatin sesuatu yang dapat mempengaruhi perilaku berikutnya.
Namun  secara keseluruhan, kita cenderung menyatakan bahwa perilaku ialah gerak atau perubahan gerak, termasuk perubahan dari bergerak ke tidak bergerak, atau” membeku”_ pendeknya apa yang langsung dapat diamati. Perilku hewan banyak ragamnya. Ragam pola perilaku hewan sama dengan banyaknya bentuk , ukuran dan warna hewan. Mungkin dalam satu jenis binatang terdapat juga berbagai macam perilaku yang sangat berbeda-beda. Oleh karena itu, hingga sekarang orang baru mendapat penggambaran yang sangat kurang lengkap serta perilaku kebanyakan hewan dikenal secara tidak sempurna. Pada tahun 1858, Charles Darwin mengajukan pendapat bahwa kesesuaian yang mangagumkan pada semua hewan dan tumbuhan bukanlah hasil penciptaan yang tiba-tiba saja, melainkan merupakan suatu hasil atau proses evaluasi yang bertahap. Menurutnya, organisme yang kini ada telah mencapai keadaannya sekarang lewat masa bertahun-tahun, melalui seleksi individu. Individu yang paling sesuai dapat berkembangbiak mendesak individu sejenis yang kurang sesuai.

3.2. Mengetahui Perilaku Hewan
a. Manfaat Mengetahui Perilaku hewan
Kebanyakan manusia, tak peduli tempat tinggal dan mata pencaharian mereka. Bagaimana pun juga biasanya bertemu dengan binatang dan harus menghadapinya. Misalnya pemburu harus mengetahui peri laku buruannya; petani harus mengenal kebiasaan binatang di lingkungan pertaniannya dan kebiasaan makhluk yang merusak tanamannya. Bahkan penduduk kota modern pun bertemu dengan binatang, ia mungkin mau menyingkirkan kecoak dari dapurnya. Di seluruh dunia, diantara suku-suku primitif maupun dalam masyarakat modern ada orang yang senang mengamati binatang, orang makin menyadari fakta bahwa hidup di dunia bersama sesama makhluk dapatlah di umpamakan suatu perjalanan bersama.
Berikut ini merupakan contoh-contoh aplikasi dari pengamatan perilaku hewan terhadap usaha pengendalian hama dan penyakit, antara lain:
a.        Pengendalian Hama dan Penyakit Tikus
Keberadaan tikus bisa ditandai dengan ditemukannya kotoran, bangkai,  dan/atau jejak kaki tikus. Tanda-tanda lain yang juga harus diperhatikan yaitu apakah terdapat bekas keratan atau lubang pada tanah, pintu, kawat kasa, dan tempat-tempat lain yang biasa menjadi sarang tikus. Jika sudah didapatkan tanda-tanda keberadaan tikus, selanjutnya dilakukan penangkapan tikus dengan perangkap. Penangkapan tikus dilakukan agar dapat dilakukan tahapan selanjutnya yaitu identifikasi untuk mengetahui spesiesnya, sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan yang sesuai dengan spesies tikus tersebut (Depkes RI, 2008).
b.       Pemanfaatan Predator Semut Rangrang pada Lalat Buah
Semut rangrang (Oecophylla smaragdina F), memiliki sifat morfologik sebagai pemangsa. Keberadaan rangrang sebagai pemangsa juga tampak apabila rangrang bertemu dengan ulat pemakan daun (Hamijaya & Asikin, 2003). Hasil pengamatan intensitas kerusakan akibat lalat buah pada paria, yang diberi perlakuan semut rangrang dimana intensitas kerusakan relatif jauh lebih rendah dibandingkan tanpa perlakuan. Tanaman paria yang diberi semut rangrang intensitas kerusakan berkisar antara 1-2%. Hal ini dikarenakan rangrang sangat aktif mencari mangsa terutama dari lalat buah berupa telur yang diletakkan pada paria tersebut. Telur-telur tersebut tidak sempat menetas untuk menjadi larva, karena diambil semua untuk dimakan dan sebagian dibawa kedalam sarang sebagai makanan anak-anaknya (Thamrin & Asikin, 2008).
Pengamatan secara visual dimana imago lalat buah yang hinggap pada tanaman paria tersebut selalu dihadang oleh rangrang dan diserbu beramai-ramai, sehingga dapat menghindar dari peletakkan telur oleh imago lalat buah. Disamping itu, semut rangrang tersebut kalau menggigit kebiasaannya selalu mengeluarkan cairan yang berbau langu. Hal ini diduga pula bahwa cairan berbau yang dikeluarkan oleh rangrang dapat mempengaruhi/mengusir lalat buah (Thamrin & Asikin, 2008).
Semut rangrang yang bersarang pada tanaman jambu juga menunjukkan sifat predasi yang nyata. Fenomena ini terjadi pada jambu, yang buahnya diserang lalat buah. Larva lalat buah yang sedang keluar untuk berkepompong sudah dihadang semut rangrang. Begitu bagian depan telah muncul dan digigit, larva segera ditarik keluar dan dikeroyok oleh 5-8 ekor rangrang yang menggigit dengan posisi melingkar, sehingga larva lalat buah tidak berkutik (Soeprapto, 1999).
b.  Bentuk Perilaku Hewan
a. Perilaku makan
Perilaku makan tiap-tiap individu tidaklah sama. Pada kura-kura jantan porsi makannya cenderung lebih banyak. Sama halnya seperti manusia, kura-kura juga memiliki jam makan. Bila belum waktunya makan tetapi sudah diberi makan, kura-kura tidak mau menyantap makanannya, demikian juga sebaliknya jika waktu member makan melebihi dari waktu biasanya, maka kura-kura akan memakannya secara lahap.
Kura-kura brazil adalah hewan yang makan apa saja, tetapi penting untuk memberi makan mereka dengan makanan yang sesuai. Jangan memberi makan hanya satu macam saja.
Masalah kura-kura tidak mau makan itu ternyata banyak sekali faktor penyebabnya, berdasarkan pengamatanda beberapa penyebab mereka tidak mau makan, yaitu :
a)       Sudah kenyang
Ini terjadi jika terlalu sering memberi makan, mereka benar-benar tidak mau menyentuh makanan bahkan sampai makanan itu terurai dan membuat air menjadi kotor. Oleh karena itu pemberian makanan pada kura-kura sebaiknya secukupnya saja, yaitu pada pagi dan sore hari dengan jumlah disesuaikan kebutuhan mereka.
b)      Stres, atau Merasa tidak aman
Jika mereka stres, sebaiknya kita biarkan saja terlebih dahulu agar mereka beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Nanti setelah mereka merasa aman dan nyaman, selera makan mereka akan kembali ke asal.
b. Perilaku bawaan
Bereaksi terhadap stimulus dengan bergerak secara otomatis langsung mendekati atau menjauh dari atau pada sudut tertentu terhadapnya. Pada kura-kura yang kami amati, kura-kura bergerak cepat setelah ada benda lain yang mendekatinya.
Perilaku kura-kura setelah dijemur di bawah terik matahari sangat lincah. Kura-kura tersebut terlihat lebih fresh. Jika dianalogikan dengan manusia pada pagi hari setelah berolah raga di bawah sinar matahari pagi, badan terasa lebih fit. Kura-kura brazil adalah hewan berdarah dingin yang artinya mereka tergantung pada suhu lingkungan untuk mengatur suhu tubuhnya sendiri. Inilah alasannya kenapa kura-kura di alam bebas akan menghabiskan waktunya berjemur berjam-jam dibawah sinar matahari.
Kehangatan penting bagi kesehatan mereka.  Matahari tidak hanya sebagai sumber panas bagi kura-kura tetapi juga sebagai sumber sinar berspektrum penuh dari infra merah ke ultraviolet yang bermanfaat bagi kura-kura. Kehangatan menimbulkan sistem kekebalan tubuh kura-kura anda. Dan juga karena kura-kura brazil mutlak membutuhkan sinar UV supaya dapat memproses makanannya dengan baik dan dapat menyerap nutrisi dari makanan.
c. Bertahan Hidup Dalam Lingkungan Fisik
 Kebanyakan hewan hanya dapat bertahan hidup dalam kisaran suhu, salinitas, kelembaban tertentu, dan sebagainya. Kisaran ini relatif luas bagi hewan, seperti mamalia dan burung, yang banyak mempunyai mekanisme yang efisien untuk mempertahankan kendali homeostatis terhadap lingkungannya
3.3. Contoh Perilaku Hewan
Makhluk hidup melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan di sekitar habitat tempat hidupnya tidak terkecuali manusia. Adaptasi yang dilakukan makhluk hidup bertujuan untuk dapat bertahan hidup dari kondisi lingkungan yang mungkin kurang menguntungkan. Di bawah ini adalah merupakan beberapa bentuk adaptasi tingkah laku (behavioral adaptation) pada binatang / hewan di sekitar kita disertai pengertian dan arti definisi :
a.        Mimikri
Mimikri adalah teknik manipulasi warna kulit pada binatang seperti misalnya bunglon yang dapat berubah-ubah sesuai warna benda di sekitarnya agar dapat mengelabuhi binatang predator / pemangsa sehingga sulit mendeteksi keberadaan bunglon untuk dimangsa. Jika bunglon dekat dengan dedaunan hijau maka dia akan berubah warna kulit menjadi hijau, jika dekat batang pohon warna coklat, dia juga ikut ganti warna menjadi coklat, dan lain sebagainya.
b.       Hibernasi
Hibernasi adalah teknik bertahan hidup pada lingkungan yang keras dengan cara tidur menonaktifkan dirinya (dorman). Hibernasi bisa berlangsung lama secara berbulan-bulan seperti beruang pada musim dingin. Hibernasi biasanya membutuhkan energi yang sedikit, karena selama masa itu biantang yang berhibernasi akan memiliki suhu tubuh yang rendah, detak jantung yang lambat, pernapasan yang lambat, dan lain-lain. Binatang tersebut akan kembali aktif atau bangun setelah masa sulit terlewati. Contoh hewan yang berhibernasi yaitu seperti ular, ikan, beruang, kura-kura, bengkarung, dan lain-lain.
c.        Autotomi
Autotomi adalah teknik bertahan hidup dengan cara mengorbankan salah satu bagian tubuh. Contoh autotomi yaitu pada cicak / cecak yang biasa hidup di dinding rumah, pohon, dll. Cicak jika merasa terancam ia akan tega memutuskan ekornya sendiri untuk kabur dari sergapan musuh. Ekor yang putus akan melakukan gerakan-gerakan yang cukup menarik perhatian sehingga perhatian pemangsa akan fokus ke ekor yang putus, sehingga cicak pun bisa kabur dengan lebih leluasa.
d.       Estivasi
Estivasi adalah menonaktivkan diri (dorman) pada saat kondisi lingkungan tidak bersahabat. Bedanya dengan hibernasi adalah di mana pada estivasi dilakukan pada musim panas dengan suhu udara yang panas dan kering. Hewan-hewan seperti kelelawar, tupai, lemur kerdil, dll akan mengestivasi diri di tempat yang aman dan terlindung. Pada tumbuhan estivasi juga dilakukan oleh oleh pohon jati dengna meranggas atau menggugurkan daun.

e.        Simbiosis Rayap dan Flagellata
Rayap membutuhkan bantuan makhluk hidup lainnya yaitu flagelata untuk mencerna kayu yang ada di dalam usus rayap. Tanpa flagellata rayap tidak akan mampu mencerna kayu yang masuk ke dalam tubuhnya. Rayap-rayap kecil yang baru menetas mendapatkan flagellata dengan jalan menjilat dubur rayap dewasa. Rayap secara periodik melakukan aktivitas ganti kulit dan meninggalkan bagian usus lama, sehingga rayap akan memakan kulit yang mengelupas untuk memasukkan kembali flagellata ke dalam usus pencernaannya.
f.       Pernapasan Ikan Paus
Ikan paus adalah mamalia yang mirip ikan dan hidup di air. Paus memiliki paru-paru yang harus diisi dengan oksigen dari permukaan laut minimal setiap setangah jam sekali. Ikan paus ketika muncuk ke permukaan akan membuang udara kotor lewat hidung mirip seperti air mancur yang berisi karbon dioksida bercampur uap air jenuh yang terkondensasi
g.      Penyamaran Chameloen
Seekor chameleon berkamuflase seperti lingkungan sekitarnya, bergerak perlahan untuk  mendeteksi mangsanya. Untuk memperoleh makanannya, chameleon mengeluarkan lidahnya secepat kilat pada serangga yang jadi mangsanya .
h.      Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar. Seekor kijang akan segera merespons suatu suara atau gerakan tertentu yang mencurigakan.

i.        Ketajaman Insting Hiu
Hiu telah diset sedemikian rupa sebagai mesin pemburu yang mengandalkan insting khusus mereka untuk menangkap mangsa. Menggunakan insting pendengaran mereka yang peka, mereka mampu mendeteksi getaran suara hingga sejauh 3.000 kaki. Mereka sangat sensitiv terhadap bunyi berfrekuensi rendah dari mangsa yang sekarat. Getaran suara ini seperti seekor ikan yang terluka dan membuat hiu-hiu ini ribut hiruk pikuk. Ketika para hiu semakin dekat dengan mangsa, insting penciumannya mengambil alih. Insting hiu dapat mendeteksi setetes darah di dalam 25 gallon air.




BAB IV
PENUTUP
4.1              Kesimpulan
Ilmu perilaku hewan, ilmu perilaku satwa atau juga disebut etologi (dari bahasa yunani, ethos “ karakter” dan logos “ilmu”) adalah suatu cabang ilmu zoologi yang mempelajari perilaku dan tingkah laku hewan, mekanisme serta faktor-faktor penyebabnya.
Secara kasar, perilak hewan ialah gerak-gerik hewan yang termasuk dalam gerak-gerik ini tidak hanya berlari, berenang, melata, merangkak atau tipe-tipe lokomosi lainya. Perilaku merupakan bentuk respon terhadap kondisi internal dan eksternalnya.
Dalam kehidupan kita akan selalu bertemu dengan binatang dan harus menghadapinya. Bahkan penduduk kota modern pun bertemu dengan binatang,  kita mungkin mau menyingkirkan kecoak dari dapur. Dengan mempelajari perilaku hewan, kita akan mengetahui apa yang harus kita lakukan terhadap hewan tersebut. Misalnya pula aplikasi dari pengamatan perilaku hewan terhadap usaha pengendalian hama dan penyakit.
Ada beberapa bentuk perilaku hewan, yaitu perilaku makan, perilaku bawaan dan perilaku bertahan hidup dalam lingkungan. Contoh-contoh perilaku hewan, antara lain: minikri, hibernasi, autotomi, estivasi dan lain-lain.

4.2              Saran
 Kami menyarankan kepada pembaca agar lebih banyak mencari literature terkait dengan pembahasan makalah kami ini, yaitu membahas perilaku hewan “Ilmu yang Muda Belia”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar