BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Semua
organism memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap kondisi
internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons
tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap
stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu
organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita
cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan
menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita.
Ini adalah
antropomorfisme (Y: anthropos = manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme
lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal suatu organisme,
semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik. Seringkali
suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir
atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman
yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi perilaku
terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat
pada suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil
asuhan atau pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan yang terus
berlangsung. Dari berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya suatu
perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses
belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apakah sebenarnya perilaku hewan
itu?
2. Mengapa
kita harus mengetahui perilaku hewan dan Bagaimana hewan itu berperilaku?
3. Apa
contoh perilaku hewan?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian perilaku hewan.
2.
Untuk mengetahui
perilaku dari hewan.
3.
Untuk mengetahui contoh perilaku hewan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Ilmu perilaku hewan, ilmu perilaku satwa atau juga disebut etologi (dari bahasa Yunani: ἦθος, ethos,
"karakter"; dan –λογία, -logia) adalah suatu cabang
ilmu zoologi yang
mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme serta faktor-faktor
penyebabnya.
Meski sepanjang sejarah telah banyak
naturalis yang
mempelajari aneka aspek dari tingkah laku hewan, disiplin ilmu etologi modern
umumnya dianggap lahir di sekitar tahun 1930an tatkala biolog berkebangsaan Belanda Nikolaas Tinbergen dan Konrad Lorenz, biolog
dari Austria, mulai merintisnya. Atas jerih payahnya, kedua peneliti ini
kemudian dianugerahi Hadiah Nobel dalam
bidang kedokteran di tahun
1973.
Ilmu perilaku hewan, pada
keseluruhannya merupakan kombinasi kerja-kerja laboratorium dan pengamatan di
lapangan, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan disiplin ilmu-ilmu
tertentu semisal neuroanatomi, ekologi, dan evolusi. Seorang
ahli perilaku hewan umumnya menaruh perhatian pada proses-proses bagaimana
suatu jenis perilaku (misalnya agresi) berlangsung pada jenis-jenis hewan yang
berbeda. Meski ada pula yang berspesialisasi pada tingkah laku suatu jenis atau
kelompok kekerabatan hewan yang tertentu. Ahli perilaku hewan juga disebut etolog.
Darwin berpendapat bahwa tidak ada
sifat baru yang perlu dimiliki semasa hidup individu. Pada dasarnya, teori
Darwin berjalan sebagai berikut : diantara anggota-anggota sebuah spesies,
terdapat variasi yang tak tehitung jumlahnya dan diantara anggota yang
bermacam-macam itu hanya kelompok tertentu yang berhasil bertahan hidup yang
bisa menghasilkanketurunannya.
Dengan demikian terdapat ‘perjuangan
untuk bertahan hidup’ dimana anggota-anggota tebaik sebuah spesies dapat hidup
cukup panjang untuk meneruskan sifat unggul mereka kepada generasi berikutnya.
Terhadap jumlah generasi yang tak terhitung jumlahnya itu, alam kemudian
‘memilih’ siapa-siapa yang bisa beradaptasi paling dengan lingkungan mereka.
Menurut Darwin, Istilah ‘perjuangan untuk bertahan hidup’ (survival for the
existence) adalah yang unggul yang bisa bertahan hidup (survival of the
fittest).
Perilaku dari pandangan biologis
adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan.
Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat
luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya.
Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan
emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis
dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme
tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut
dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum
dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari
perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Perilaku hewan
Secara
kasar, perilaku ialah gerak-gerik binatang. Yang termasuk gerak gerik ini tidak
hanya berlari, berenang, melata, merangkak atau tipe-tipe lokomosi lainnya. Perilaku
merupakan bentuk respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya.
Perilaku dapat juga berwujud sikap diam serta memandang dengan tekun, atau
mungkin sekedar berpikir, membatin sesuatu yang dapat mempengaruhi perilaku
berikutnya.
Namun secara keseluruhan, kita cenderung menyatakan
bahwa perilaku ialah gerak atau perubahan gerak, termasuk perubahan dari
bergerak ke tidak bergerak, atau” membeku”_ pendeknya apa yang langsung dapat
diamati. Perilku hewan banyak ragamnya. Ragam pola perilaku hewan sama dengan
banyaknya bentuk , ukuran dan warna hewan. Mungkin dalam satu jenis binatang
terdapat juga berbagai macam perilaku yang sangat berbeda-beda. Oleh karena
itu, hingga sekarang orang baru mendapat penggambaran yang sangat kurang
lengkap serta perilaku kebanyakan hewan dikenal secara tidak sempurna. Pada
tahun 1858, Charles Darwin mengajukan pendapat bahwa kesesuaian yang
mangagumkan pada semua hewan dan tumbuhan bukanlah hasil penciptaan yang
tiba-tiba saja, melainkan merupakan suatu hasil atau proses evaluasi yang
bertahap. Menurutnya, organisme yang kini ada telah mencapai keadaannya
sekarang lewat masa bertahun-tahun, melalui seleksi individu. Individu yang
paling sesuai dapat berkembangbiak mendesak individu sejenis yang kurang
sesuai.
3.2.
Mengetahui Perilaku Hewan
a.
Manfaat Mengetahui Perilaku hewan
Kebanyakan
manusia, tak peduli tempat tinggal dan mata pencaharian mereka. Bagaimana pun
juga biasanya bertemu dengan binatang dan harus menghadapinya. Misalnya pemburu
harus mengetahui peri laku buruannya; petani harus mengenal kebiasaan binatang
di lingkungan pertaniannya dan kebiasaan makhluk yang merusak tanamannya.
Bahkan penduduk kota modern pun bertemu dengan binatang, ia mungkin mau
menyingkirkan kecoak dari dapurnya. Di seluruh dunia, diantara suku-suku
primitif maupun dalam masyarakat modern ada orang yang senang mengamati
binatang, orang makin menyadari fakta bahwa hidup di dunia bersama sesama
makhluk dapatlah di umpamakan suatu perjalanan bersama.
Berikut ini
merupakan contoh-contoh aplikasi dari pengamatan perilaku hewan terhadap usaha
pengendalian hama dan penyakit, antara lain:
a. Pengendalian Hama dan Penyakit Tikus
Keberadaan
tikus bisa ditandai dengan ditemukannya kotoran, bangkai, dan/atau jejak kaki tikus. Tanda-tanda lain
yang juga harus diperhatikan yaitu apakah terdapat bekas keratan atau lubang
pada tanah, pintu, kawat kasa, dan tempat-tempat lain yang biasa menjadi sarang
tikus. Jika sudah didapatkan tanda-tanda keberadaan tikus, selanjutnya
dilakukan penangkapan tikus dengan perangkap. Penangkapan tikus dilakukan agar
dapat dilakukan tahapan selanjutnya yaitu identifikasi untuk mengetahui
spesiesnya, sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan yang sesuai dengan
spesies tikus tersebut (Depkes RI, 2008).
b. Pemanfaatan Predator Semut Rangrang pada Lalat Buah
Semut
rangrang (Oecophylla smaragdina F), memiliki sifat morfologik sebagai
pemangsa. Keberadaan rangrang sebagai pemangsa juga tampak apabila rangrang
bertemu dengan ulat pemakan daun (Hamijaya & Asikin, 2003). Hasil
pengamatan intensitas kerusakan akibat lalat buah pada paria, yang diberi
perlakuan semut rangrang dimana intensitas kerusakan relatif jauh lebih rendah
dibandingkan tanpa perlakuan. Tanaman paria yang diberi semut rangrang
intensitas kerusakan berkisar antara 1-2%. Hal ini dikarenakan rangrang sangat
aktif mencari mangsa terutama dari lalat buah berupa telur yang diletakkan pada
paria tersebut. Telur-telur tersebut tidak sempat menetas untuk menjadi larva,
karena diambil semua untuk dimakan dan sebagian dibawa kedalam sarang sebagai
makanan anak-anaknya (Thamrin & Asikin, 2008).
Pengamatan
secara visual dimana imago lalat buah yang hinggap pada tanaman paria tersebut
selalu dihadang oleh rangrang dan diserbu beramai-ramai, sehingga dapat
menghindar dari peletakkan telur oleh imago lalat buah. Disamping itu, semut
rangrang tersebut kalau menggigit kebiasaannya selalu mengeluarkan cairan yang
berbau langu. Hal ini diduga pula bahwa cairan berbau yang dikeluarkan oleh
rangrang dapat mempengaruhi/mengusir lalat buah (Thamrin & Asikin, 2008).
Semut
rangrang yang bersarang pada tanaman jambu juga menunjukkan sifat predasi yang
nyata. Fenomena ini terjadi pada jambu, yang buahnya diserang lalat buah. Larva
lalat buah yang sedang keluar untuk berkepompong sudah dihadang semut rangrang.
Begitu bagian depan telah muncul dan digigit, larva segera ditarik keluar dan
dikeroyok oleh 5-8 ekor rangrang yang menggigit dengan posisi melingkar,
sehingga larva lalat buah tidak berkutik (Soeprapto, 1999).
b.
Bentuk Perilaku Hewan
a.
Perilaku
makan
Perilaku
makan tiap-tiap individu tidaklah sama. Pada kura-kura jantan porsi makannya
cenderung lebih banyak. Sama halnya seperti manusia, kura-kura juga memiliki
jam makan. Bila belum waktunya makan tetapi sudah diberi makan, kura-kura tidak
mau menyantap makanannya, demikian juga sebaliknya jika waktu member makan
melebihi dari waktu biasanya, maka kura-kura akan memakannya secara lahap.
Kura-kura
brazil adalah hewan yang makan apa saja, tetapi penting untuk memberi makan
mereka dengan makanan yang sesuai. Jangan memberi makan hanya satu macam saja.
Masalah
kura-kura tidak mau makan itu ternyata banyak sekali faktor penyebabnya,
berdasarkan pengamatanda beberapa penyebab mereka tidak mau makan, yaitu :
a)
Sudah kenyang
Ini terjadi jika terlalu sering
memberi makan, mereka benar-benar tidak mau menyentuh makanan bahkan sampai
makanan itu terurai dan membuat air menjadi kotor. Oleh karena itu pemberian
makanan pada kura-kura sebaiknya secukupnya saja, yaitu pada pagi dan sore hari
dengan jumlah disesuaikan kebutuhan mereka.
b)
Stres, atau Merasa tidak aman
Jika mereka stres, sebaiknya kita
biarkan saja terlebih dahulu agar mereka beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Nanti setelah mereka merasa aman dan nyaman, selera makan mereka akan
kembali ke asal.
b. Perilaku bawaan
Bereaksi
terhadap stimulus dengan bergerak secara otomatis langsung mendekati atau
menjauh dari atau pada sudut tertentu terhadapnya. Pada kura-kura yang kami
amati, kura-kura bergerak cepat setelah ada benda lain yang mendekatinya.
Perilaku
kura-kura setelah dijemur di bawah terik matahari sangat lincah. Kura-kura
tersebut terlihat lebih fresh. Jika dianalogikan dengan manusia pada pagi hari
setelah berolah raga di bawah sinar matahari pagi, badan terasa lebih fit.
Kura-kura brazil adalah hewan berdarah dingin yang artinya mereka tergantung
pada suhu lingkungan untuk mengatur suhu tubuhnya sendiri. Inilah alasannya kenapa
kura-kura di alam bebas akan menghabiskan waktunya berjemur berjam-jam dibawah
sinar matahari.
Kehangatan penting bagi kesehatan
mereka. Matahari tidak hanya sebagai sumber panas bagi kura-kura tetapi
juga sebagai sumber sinar berspektrum penuh dari infra merah ke ultraviolet
yang bermanfaat bagi kura-kura. Kehangatan menimbulkan sistem kekebalan tubuh
kura-kura anda. Dan juga karena kura-kura brazil mutlak membutuhkan sinar UV
supaya dapat memproses makanannya dengan baik dan dapat menyerap nutrisi dari
makanan.
c. Bertahan
Hidup Dalam Lingkungan Fisik
Kebanyakan
hewan hanya dapat bertahan hidup dalam kisaran suhu, salinitas, kelembaban
tertentu, dan sebagainya. Kisaran ini relatif luas bagi hewan, seperti mamalia
dan burung, yang banyak mempunyai mekanisme yang efisien untuk mempertahankan
kendali homeostatis terhadap lingkungannya
3.3. Contoh
Perilaku Hewan
Makhluk
hidup melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan di sekitar habitat tempat
hidupnya tidak terkecuali manusia. Adaptasi yang dilakukan makhluk hidup
bertujuan untuk dapat bertahan hidup dari kondisi lingkungan yang mungkin
kurang menguntungkan. Di bawah ini adalah merupakan beberapa bentuk adaptasi
tingkah laku (behavioral adaptation) pada binatang / hewan di sekitar kita
disertai pengertian dan arti definisi :
a. Mimikri
Mimikri adalah teknik manipulasi
warna kulit pada binatang seperti misalnya bunglon yang dapat berubah-ubah
sesuai warna benda di sekitarnya agar dapat mengelabuhi binatang predator /
pemangsa sehingga sulit mendeteksi keberadaan bunglon untuk dimangsa. Jika
bunglon dekat dengan dedaunan hijau maka dia akan berubah warna kulit menjadi
hijau, jika dekat batang pohon warna coklat, dia juga ikut ganti warna menjadi
coklat, dan lain sebagainya.
b. Hibernasi
Hibernasi adalah teknik bertahan
hidup pada lingkungan yang keras dengan cara tidur menonaktifkan dirinya
(dorman). Hibernasi bisa berlangsung lama secara berbulan-bulan seperti beruang
pada musim dingin. Hibernasi biasanya membutuhkan energi yang sedikit, karena
selama masa itu biantang yang berhibernasi akan memiliki suhu tubuh yang
rendah, detak jantung yang lambat, pernapasan yang lambat, dan lain-lain.
Binatang tersebut akan kembali aktif atau bangun setelah masa sulit terlewati.
Contoh hewan yang berhibernasi yaitu seperti ular, ikan, beruang, kura-kura,
bengkarung, dan lain-lain.
c. Autotomi
Autotomi adalah teknik bertahan
hidup dengan cara mengorbankan salah satu bagian tubuh. Contoh autotomi yaitu
pada cicak / cecak yang biasa hidup di dinding rumah, pohon, dll. Cicak jika
merasa terancam ia akan tega memutuskan ekornya sendiri untuk kabur dari
sergapan musuh. Ekor yang putus akan melakukan gerakan-gerakan yang cukup
menarik perhatian sehingga perhatian pemangsa akan fokus ke ekor yang putus,
sehingga cicak pun bisa kabur dengan lebih leluasa.
d. Estivasi
Estivasi adalah menonaktivkan diri
(dorman) pada saat kondisi lingkungan tidak bersahabat. Bedanya dengan
hibernasi adalah di mana pada estivasi dilakukan pada musim panas dengan suhu
udara yang panas dan kering. Hewan-hewan seperti kelelawar, tupai, lemur
kerdil, dll akan mengestivasi diri di tempat yang aman dan terlindung. Pada tumbuhan
estivasi juga dilakukan oleh oleh pohon jati dengna meranggas atau menggugurkan
daun.
e. Simbiosis Rayap dan Flagellata
Rayap membutuhkan bantuan makhluk
hidup lainnya yaitu flagelata untuk mencerna kayu yang ada di dalam usus rayap.
Tanpa flagellata rayap tidak akan mampu mencerna kayu yang masuk ke dalam
tubuhnya. Rayap-rayap kecil yang baru menetas mendapatkan flagellata dengan
jalan menjilat dubur rayap dewasa. Rayap secara periodik melakukan aktivitas
ganti kulit dan meninggalkan bagian usus lama, sehingga rayap akan memakan
kulit yang mengelupas untuk memasukkan kembali flagellata ke dalam usus
pencernaannya.
f. Pernapasan
Ikan Paus
Ikan paus adalah mamalia yang mirip
ikan dan hidup di air. Paus memiliki paru-paru yang harus diisi dengan oksigen
dari permukaan laut minimal setiap setangah jam sekali. Ikan paus ketika muncuk
ke permukaan akan membuang udara kotor lewat hidung mirip seperti air mancur
yang berisi karbon dioksida bercampur uap air jenuh yang terkondensasi
g. Penyamaran
Chameloen
Seekor chameleon
berkamuflase seperti lingkungan sekitarnya, bergerak perlahan untuk mendeteksi mangsanya. Untuk memperoleh
makanannya, chameleon mengeluarkan lidahnya secepat kilat pada serangga yang jadi mangsanya .
h.
Perilaku dapat terjadi sebagai akibat
suatu stimulus dari luar. Seekor kijang akan segera merespons suatu suara atau
gerakan tertentu yang mencurigakan.
i.
Ketajaman Insting Hiu
Hiu telah diset sedemikian rupa
sebagai mesin pemburu yang mengandalkan insting khusus mereka untuk menangkap
mangsa. Menggunakan insting pendengaran mereka yang peka, mereka mampu
mendeteksi getaran suara hingga sejauh 3.000 kaki. Mereka sangat sensitiv terhadap
bunyi berfrekuensi rendah dari mangsa yang sekarat. Getaran suara ini seperti
seekor ikan yang terluka dan membuat hiu-hiu ini ribut hiruk pikuk. Ketika para
hiu semakin dekat dengan mangsa, insting penciumannya mengambil alih. Insting
hiu dapat mendeteksi setetes darah di dalam 25 gallon air.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Ilmu perilaku hewan, ilmu perilaku satwa atau juga
disebut etologi (dari bahasa yunani, ethos “ karakter” dan logos “ilmu”) adalah
suatu cabang ilmu zoologi yang mempelajari perilaku dan tingkah laku hewan,
mekanisme serta faktor-faktor penyebabnya.
Secara kasar, perilak hewan ialah gerak-gerik hewan
yang termasuk dalam gerak-gerik ini tidak hanya berlari, berenang, melata,
merangkak atau tipe-tipe lokomosi lainya. Perilaku merupakan bentuk respon
terhadap kondisi internal dan eksternalnya.
Dalam kehidupan kita akan selalu bertemu dengan
binatang dan harus menghadapinya. Bahkan penduduk kota modern pun bertemu
dengan binatang, kita mungkin mau
menyingkirkan kecoak dari dapur. Dengan mempelajari perilaku hewan, kita akan
mengetahui apa yang harus kita lakukan terhadap hewan tersebut. Misalnya pula
aplikasi dari pengamatan perilaku hewan terhadap usaha pengendalian hama dan
penyakit.
Ada beberapa bentuk perilaku hewan, yaitu perilaku
makan, perilaku bawaan dan perilaku bertahan hidup dalam lingkungan.
Contoh-contoh perilaku hewan, antara lain: minikri, hibernasi, autotomi,
estivasi dan lain-lain.
4.2
Saran
Kami menyarankan kepada
pembaca agar lebih banyak mencari literature terkait dengan pembahasan makalah
kami ini, yaitu membahas perilaku hewan “Ilmu yang Muda Belia”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar